Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kota Tomohon diikuti tiga Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon. Paslon nomor urut 1 (satu), diusung koalisi Partai Golongan Karya (Golkar), Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Paslon nomor urut 2 (dua), maju dari Jalur Perseorangan alias non partai politik (parpol), dan Paslon nomor urut 3 (tiga), diusung koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Terindikasi saat ini masyarakat Kota Tomohon telah terfragmentasi bahkan terpolarisasi karena beragam isu yang berkembang selama kampanye Pilkada 2024.
Terfragmentasinya atau terpolarisasinya masyarakat Kota Tomohon dalam tahapan Pilkada 2024, adalah fenomena yang sering terjadi dalam kontestasi politik, terutama ketika terdapat perbedaan pandangan yang tajam, baik terkait isu-isu kebijakan maupun preferensi calon.
Dua Paslon dengan dukungan partai politik yang berbeda, dan adanya satu Paslon dari jalur non partai politik alias perseorangan, membawa warna tersendiri dalam persaingan kontestasi Pilkada 2024. Situasi ini bisa mengakibatkan masyarakat terfragmentasi atau terpolarisasi, terutama jika perbedaan tersebut diperuncing oleh isu-isu yang muncul selama kampanye.
Polarisasi1 di masyarakat dalam konteks Pilkada ini dapat diperparah oleh sejumlah faktor, termasuk kampanye yang memanfaatkan isu identitas, sentimen politik, atau bahkan informasi yang mungkin disalahgunakan. Publik yang sudah mengikuti dua kali debat publik terbuka paslon mungkin terbagi dalam persepsi mengenai kompetensi dan visi-misi para Paslon, yang menciptakan loyalitas kuat terhadap masing-masing kandidat.
Masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok yang saling berseberangan atau terpecah pandangan, emosi, dan preferensi politik akibat dukungan yang berbeda terhadap para Paslon atau partai tertentu. Polarisasi ini dapat menciptakan ketegangan, gesekan, atau bahkan konflik antar pendukung. Dalam konteks Pilkada, polarisasi masyarakat sering kali dipicu oleh:
Kampanye dan narasi kandidat yang berusaha menarik dukungan dengan menonjolkan perbedaan atau kelemahan kandidat lain.
Informasi yang bias atau hoaks yang beredar di media sosial dan memperkuat prasangka antarpendukung.
Sentimen identitas seperti agama, etnisitas, atau asal daerah yang diangkat untuk memperkuat afiliasi kelompok tertentu.
Polarisasi yang berlebihan bisa berdampak buruk pada kohesi sosial, mempersulit kerja sama di antara kelompok masyarakat pasca-Pilkada, dan memperparah ketidakpercayaan pada sistem politik dan lembaga pemerintahan.
Jika tidak dikelola dengan baik, perpecahan ini bisa meluas menjadi konflik sosial yang merusak ketahanan sosial masyarakat. Upaya untuk meredam polarisasi dapat dilakukan melalui pendekatan kampanye damai yang mengedepankan adu gagasan, edukasi politik bagi pemilih, serta memastikan semua pihak, termasuk pendukung, menjalankan kampanye secara bijak dan menjaga etika politik. Dengan demikian, masyarakat dapat tetap berpartisipasi aktif tanpa harus terjebak dalam perselisihan berkepanjangan, serta tetap menjaga persatuan di Kota Tomohon setelah Pilkada berakhir.
Masyarakat yang terfragmentasi akibat Pilkada bisa mengalami penurunan kohesi sosial karena terciptanya kubu-kubu yang memiliki pandangan berbeda dan sering kali saling berlawanan. Fragmentasi ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan dukungan terhadap masing-masing Paslon yang memiliki latar belakang dan pendekatan politik yang berbeda, baik dari partai politik maupun non partai politik atau perseorangan. Ketika masyarakat terfragmentasi, dampaknya bisa meluas pada tingkat hubungan sosial, di mana konflik kecil mungkin mulai muncul, misalnya di lingkungan tempat tinggal, media sosial, atau bahkan tempat kerja.
Fragmentasi2 ini bisa memengaruhi ketahanan sosial dan stabilitas lokal. Dampak jangka pendeknya, orang mungkin lebih saling curiga, sulit bekerja sama, atau kurang mau berinteraksi dengan yang berbeda pandangan. Dalam jangka panjang, apabila fragmentasi tidak diatasi, masyarakat bisa terpecah lebih dalam, mempengaruhi kerjasama komunitas, serta munculnya masalah sosial yang lebih besar.
Untuk mengurangi dampak fragmentasi, dibutuhkan upaya yang melibatkan seluruh pihak. Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan bahkan para calon pemimpin harus aktif menggalang kampanye damai, mengedepankan sikap saling menghargai, dan menjunjung nilai persatuan di atas perbedaan politik. Kegiatan seperti dialog lintas kubu atau forum diskusi netral juga bisa membantu membuka komunikasi yang sehat, meredam ketegangan, dan mendorong masyarakat untuk melihat bahwa meski ada perbedaan politik, mereka tetap memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga kebersamaan dan kerukunan.
Masyarakat yang terfragmentasi, terutama dalam tahapan dan sesudah Pilkada, mengacu pada kondisi di mana kelompok-kelompok masyarakat terpisah secara sosial dan politik. Fragmentasi ini dapat menciptakan perbedaan tajam dalam pandangan, loyalitas, dan bahkan hubungan sosial antar warga. Ketika terjadi fragmentasi yang kuat, biasanya terlihat gejala seperti:
Loyalitas berlebihan kepada Paslon
Masyarakat yang terfragmentasi cenderung memiliki kesetiaan kuat pada pasangan calon tertentu, yang sering kali membuat mereka sulit menerima pandangan atau pendukung dari pihak lain.
Penyebaran informasi yang bias
Fragmentasi meningkatkan risiko masyarakat hanya menerima informasi dari sumber-sumber yang memperkuat pandangan mereka (filter bubble). Hal ini bisa memperburuk ketidakpercayaan atau bahkan memicu konflik.
Menurunnya solidaritas sosial
Fragmentasi sering kali melemahkan ikatan sosial, terutama karena perbedaan politik yang tajam. Misalnya, keluarga, komunitas, atau kelompok teman dapat mengalami ketegangan, yang dapat merusak kerja sama antarwarga di luar konteks politik.
Munculnya sentimen sektarian atau identitas politik
Dalam situasi tertentu, fragmentasi ini bisa berkembang menjadi perpecahan berdasarkan identitas atau sekat-sekat tertentu yang sebenarnya bukan isu utama dalam masyarakat.
Untuk menghadapinya, penting adanya upaya memperkuat kohesi sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Edukasi politik
Masyarakat perlu didorong untuk memahami bahwa perbedaan politik adalah hal yang biasa dalam demokrasi dan bahwa setiap orang berhak memilih secara bebas.
Kampanye damai dan inklusif
Kampanye yang lebih fokus pada isu dan gagasan yang konstruktif, daripada serangan pribadi atau politik identitas, dapat meredam ketegangan.
Dialog terbuka dan forum diskusi
Memberikan ruang bagi masyarakat untuk berdiskusi dalam suasana yang kondusif dapat membantu menurunkan ketegangan.
Peran tokoh masyarakat dan agama
Tokoh yang dihormati dapat berperan penting dalam meredakan ketegangan dan mengingatkan masyarakat akan pentingnya persatuan.
Melalui pendekatan ini, diharapkan masyarakat yang fragmentasi dapat diatasi atau minimal tidak berkembang menjadi perpecahan yang lebih besar. Sehingga setelah Pilkada, masyarakat Tomohon tetap bersatu dan mampu melanjutkan pembangunan daerah bersama.
***
1. Polarisasi adalah proses atau keadaan di mana suatu kelompok masyarakat atau individu-individu di dalamnya menjadi terbelah atau terbagi secara tajam dalam pandangan, sikap, atau nilai, sering kali ke arah ekstrem yang berlawanan. Dalam kondisi polarisasi, masyarakat terbagi menjadi kubu-kubu dengan pandangan atau pendirian yang semakin berbeda dan sering kali saling bertentangan.
Polarisasi dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
Politik – Masyarakat terbagi dalam pandangan atau dukungan politik yang ekstrem, menciptakan ketegangan antar kelompok.
Sosial – Terjadi perpecahan berdasarkan nilai atau norma yang berbeda di antara kelompok-kelompok sosial.
Agama – Adanya perbedaan keyakinan yang memunculkan jarak antara kelompok atau individu dari latar belakang agama berbeda.
Polarisasi mempersempit ruang dialog dan toleransi antarindividu atau kelompok serta dapat menghambat tercapainya konsensus dalam masyarakat.
2. Terfragmentasi adalah kondisi di mana suatu kesatuan atau struktur yang awalnya utuh atau terhubung menjadi terbagi-bagi atau terpecah ke dalam bagian-bagian kecil yang terpisah. Dalam keadaan terfragmentasi, masing-masing bagian ini sering kali berfungsi secara terpisah, kurang berkomunikasi, atau bahkan saling bersaing, sehingga mengurangi kohesi atau efisiensi keseluruhan sistem.
Contoh terfragmentasi dapat terlihat dalam beberapa konteks berikut:
Masyarakat atau komunitas – Terfragmentasi ketika kelompok-kelompok dalam masyarakat kehilangan kesatuan, menjadi lebih eksklusif, atau mengisolasi diri dari kelompok lain.
Informasi – Terfragmentasi ketika berita atau data tersebar dalam berbagai sumber yang tidak terhubung atau kontradiktif, menyulitkan orang untuk mendapatkan gambaran yang utuh.
Ekosistem bisnis atau organisasi – Terfragmentasi ketika divisi-divisi atau tim dalam organisasi bekerja secara silo tanpa koordinasi, menyebabkan duplikasi usaha atau konflik tujuan.
Fragmentasi dapat menghambat integrasi, memperburuk ketidaksepahaman, dan mengurangi efektivitas serta daya saing dalam berbagai sistem atau struktur.
Penulis: REPORTASE.online
0 Komentar